Arsip Blog

Rabu, 18 September 2013

Istimewa Syukur




Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Annahl, 16:18).
Nikmat-nikmat yang telah diturunkan Allah kepada kita sangatlah banyak. Semakin kita menghitung nikmat maka semakin tampak nikmat-nikmat yang telah kita peroleh dari-Nya. Semakin kita menghitungnya maka semakin tidak mampu pula kita menghitungnya.
Nikmat dari Allah yang kita sadari seperti gunung es dipermukaan laut dimana yang dapat kita lihat adalah puncaknya saja, padahal yang tidak kita sadari jauh lebih banyak.
Alasan Sibuk
Seseorang kesulitan menghitung nikmat Allah dengan alasan ia mempunyai kesibukan, padahal “kesibukan” seperti itu bukanlah kesibukan yang sebenarnya, kesibukan seperti itu dinamakan sebagai “kelalaian.” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa ia “sibuk” sehingga tidak bisa merenungi nikmat Allah, maka ketahuilah bahwa orang itu bukan orang sibuk melalaikan orang lalai.
Ia dilalaikan dunia, nafsunya sedang mengawang-awang, sehingga tak sempat merenungi nikmat. Bukankah orang seperti itu yang melupakan nikmat? Bukankah orang yang seperti itu yang mengatakan bahwa dirinya belum pernah menerima nikmat dari Allah? Ia mengatakan bahwa Allah lebih banyak member kesulitan daripada lapang? Demikianlah nafsu seringkali memutar-balikan fakta dan menumpulkan akal.
Ketahuilah, bukan kesibukan yang membuat kita tak dapat mengingat nikmat, melainkan “kelalaian akibat nafsu” yang menghalangi kita menghitung nikmat.
Padahal hanya dengan mensyukuri nikmat yang membuat nikmat bertambah. Semakin banyak kita menyebut nikmat maka akan semakin bertambah nikmat itu datang kepada kita.
Besar-Kecilnya Nikmat Harus Kita Syukuri
Orang hebat adalah orang yang tahu darimana rezeki itu datang. Orang hebat adalah ia yang tahu bahwa rezeki itu datangnya dari Allah kemudian ia mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, baik nikmat itu besar maupun kecil. Bukan besar kecilnya rezeki yang kita pandang, namun siapa yang memberi rezeki itulah yang kita pandang.
Ada perumpamaan, seseorang menerima baju dari raja, padahal baju itu kualitasnya biasa saja, namun orang itu memajangnya di ruang tamu, membingkainya laksana membingkai emas berlian. Ia pun berkata kepada orang-orang bahwa baju yang dipajang adalah pemberian dari sang raja. Kenapa hal ini terjadi? Sebab yang dia pandang bukanlah harga baju yang murah namun siapa yang telah memberi baju tersebut. Kedudukan seorang raja telah menaikkan kedudukan baju tersebut dari semula baju biasa menjadi baju istimewa. Andai saja raja tahu tentang sikap rakyatnya seperti itu, tentu sang raja akan member hadiah yang lebih baik daripada itu.
Demikian sebuah perumpamaan. Jika demikian maka terlebih lagi suatu rezeki yang diberikan Allah SWT sebagai Raja alam semesta. Maka kita harus mensyukuri setiap rezeki yang datang kepada kita, apapun jenis rezekinya, sebab kita memandang bukan kepada rezekinya namun siapa yang telah memberi rezeki tersebut.
Di dalam Kitab Nasha-ihul Ibad yang ditulis oleh Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqalani, disebutkan bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Uzair sebagai berikut: “Apabila kamu memperoleh kebaikan yang sedikit maka jangan lihat kecilnya kebaikan, tetapi lihatlah Zat yang telah memberi rezeki kepadamu. Dan apabila musibah menimpamu, jangan Engkau ceritakan kejelekan-Ku kepada makhluk-Ku sebagaimana Aku tidak pernah menceritakan kejelekanmu kepada malaikat-malaikat-Ku ketika catatan kejelekanmu dilaporkan kepada-Ku.
Bersyukur kepada Allah
Siapa saja yang telah memberi kebaikan kepada kita maka akan muncul sikap kepatuhan kita kepadanya. Semakin banyak kita memperoleh kebaikan dari seseorang maka akan semakin tinggi pula penghormatan kita kepadanya.
Allah SWT telah memberi banyak kebaikan kepada kita, oleh sebab itu hanya kepadaNya-lah kita menyembah, memuja, dan mematuhi semua perintah-Nya.
Adapun kepada makhluk kita harus sering membantu, banyak berderma, dan selalu peduli. Allah SWT berfirman: “Berbuat-baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kalian.”
Nikmat yang telah Allah berikan maka kita perlu memberikan nikmat itu (seluruhnya atau sebagiannya) kepada orang lain. Sikap seperti itu akan membuat kedudukan kita di bumi semakin berkah dan kuat.
Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata: Silahkan Engkau berbuat baik kepada orang yang engkau kehendaki maka engkau akan menjadi rajanya. Dan memintalah kepada orang yang dikehendaki tentu engkau jadi budaknya. Cukupkanlah dengan apa yang ada padamu (tidak meminta kepada orang), tentu engkau jadi orang yang dipandang kaya seperti dia.”
Hari Anda yang Beruntung
Banyak orang berkata bahwa hari keberuntungan merupakan hari yang amat jarang. Hari keberuntungan hanya datang kepada orang tertentu saja. Hari keberuntungan ada waktunya, sulit, dan tidak dapat diwujudkan oleh diri sendiri.
Ungkapan orang seperti itu tidak sepenuhnya benar, sebab ternyata hari keberuntungan sangat mudah, dapat terjadi kapan saja, setiap orang dapat melaksanakannya, dan yang menentukan adalah diri sendiri.
Hari keberuntungan adalah hari dimana seseorang mengisi hari tersebut dengan iman. Sikap yang dapat menumbuhkan iman adalah syukur atas nikmat, sabar terhadap musibah, dan senang (ridha) terhadap ketetapan Allah sehingga Allah pun senang (ridha) kepada orang tersebut.
Jika anda mampu mengisi hari dengan amalan di atas maka anda memperoleh banyak point pada hari tersebut sehingga hari tersebut sebagai hari yang berkualitas.
Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqalani meriwayatkan bahwa suatu hari Nabi Saw menemui sahabat-sahabatnya, kemudian Nabi bertanya: “Bagaimana keadaanmu di waktu pagi?” Mereka menjawab: “Kami dalam keadaan iman kepada Allah.” Lalu Nabi bersabda: “Apakah tanda-tanda keimananmu?” Mereka menjawab: “Kami sabar terhadap musibah, bersyukur atas nikmat, dan senang terhadap ketetapan Allah (Qadha).” Selanjutnya Nabi bersabda: “Kalau begitu kalian benar-benar termasuk orang mukmin yang sebenar-benarnya, demi Allah yang memelihara Ka’bah.”
1.    Sabar Terhadap Musibah
Saat musibah tiba, hati kita terasa ciut, bumi terasa sempit, dan diri terasa lemah selemah-lemahnya. Sikap sabar adalah sikap “menahan diri” dari hal-hal yang tidak disukai Allah, seperti putus asa, bunuh diri, mencuri, atau membunuh. Orang sabar adalah orang tekun, ulet, dan gigih di dalam menjalankan perintah Allah SWT.
2.    Bersyukur Atas Nikmat
Saat nikmat datang maka kita harus bersyukur. Bersyukur adalah tasaruf (mempergunakan) nikmat Allah ke jalan yang diridhai Allah. Apabila Allah memberi kekayaan maka ia sedekah dengan kekayaannya; apabila Allah memberikan rezeki berupa ilmu maka ia sedekahkan ilmunya; dan sebagainya.
3.    Senang dengan Ketetapan Allah
Semua ketetapan Allah maka harus kita terima dengan hati senang (ridha). Barangsiapa yang senang dengan segala ketetapan Allah maka Allah akan senang kepada orang tersebut. Orang itu ridha maka Allah pun ridha kepada orang tersebut.
Penutup
Sikap syukur merupakan sikap yang istimewa. Banyak manfaat yang dapat kita ambil dari sikap syukur. Semakin kita gali hikmahnya maka semakin terlihat keistimewaan syukur. Semoga Allah masukkan kita ke dalam golongan orang yang bersyukur. Amin ya Mujiba Sa-ilin.
ý Dudi Akasyah Ihsan

MAJLISUL ILMI “SAKINAH”

Jakarta, Vila Gading Indah,
Senin, 03 Desember 2012 M / 16 Muharram 1434 H

1 komentar: