Pulau Tidung berada di
Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Perjalanan saya ke Pulau Tidung sebenarnya
tidak direncanakan, hanya spontanitas. Pertimbangannya, karena jarak dari
Jakarta sangat dekat "hanya" terpisah oleh laut sehingga tidak perlu
persiapan. Saya belum pernah ke Kepulauan Seribu, padahal di Jakarta sudah
hampir 20 tahun. Lebih sering ke Puncak meski macet lebih sering menjebak.

Hanya ini yang saya
bawa, tas berisi pakaian untuk 1 malam, identitas diri dan ATM,
serta Tenda Camping Portable
Hari Senin, 8 Juli 2019, Jam
07.00 (pagi) saya berangkat dari Kelapa Gading menuju Muara Angke, tepatnya ke
Kali Adem. Sesampainya di Kali Adem, memesan tiket di tempat yang disediakan.
Lokasi pemesanan tiket terpusat di satu tempat (terintegrasi). Tempatnya amat
sederhana. Ke depannya pemerintah perlu lebih memodernisasi mengingat lokasi
ini meski untuk rakyat umum, namun para turis asing pun banyak berlalu-lalang.

Loket Pemesanan Tiket
Kapal Tradisional di Kali Adem, Muara Angke
Saya ikut antri di loket,
tujuan ke Pulau Tidung. Kenapa memilih Pulau Tidung? Sebab saya lihat pada hari
itu banyak pengunjung ke arah Pulau Tidung sehingga saya
"ikut-ikutan" ke Pulau Tidung. Tidak masalah, sebab in sya Allah akan saya telusuri
pulau-pulau pada suatu saat nanti.

Kapal Tradisional Kali
Adem
Saya naik kapal tradisional, pulangnya
nanti akan naik speedboat supaya mendapat pengalaman berbeda. Di kapal
tradisional, penumpang banyak, padahal hari itu senin. Karena hari liburan
panjang sekolah. Diperoleh keterangan bahwa biasanya di hari-hari kerja (bukan weekend) dermaga sepi. Tak jarang kapal
tradisional tidak bisa berangkat. Mereka melayani penumpang hanya saat weekend saja (Sabtu dan Minggu).
Moda transportasi menuju Pulau
Tidung terdapat dua jenis, yaitu kapal tradisional (kelas ekonomi) dan speedboat (biasa disebut predator).
Kapal Tradisional waktu tempuhnya 3 jam, ongkos Rp 50.000,- per orang,
berangkat dari Kali Adem Muara Angke. Adapun Speedboat waktu tempuh sekitar 1
jam, ongkos Rp 150.000,- per orang berangkat dari Ancol.
Jika keberangkan dari Ancol maka
kita perlu masuk dulu ke Taman Impian Jaya Ancol, kemudian menuju Dermaga 16,
di sana speedboat sudah standby. Yang
enak, jika sepulangnya dari P Tidung ke Ancol, jika naik speedboat maka kita
tidak usah bayar karcis masuk Ancol sebab kapal akan langsung masuk Ancol.
Jika di Kali Adem sepi
penumpang, kita akan diarahkan berangkatnya dari Ancol/Marina Bay naik speedboat sebagaimana tersebut di atas.
Perjalanan dari Jakarta menuju
Kepulauan Seribu disuguhi dengan pemandangan laut yang permai. Sesekali
berpapasan dengan kapal-kapal maupun perahu nelayan.

Perahu Nelayan
dan Kapal Laut
Perjalanan disuguhi hamparan
laut yang bersih, biru sejauh mata memandang yang tak dapat ditemui di daratan.
Memberi sejuta inpirasi bagi siapa saja yang mau menggali inpirasi dari karunia
laut.

Laut biru
bersih menemani perjalanan ke Pulau Tidung
Beberapa saat kemudian,
pandangan mata bertemu dengan pulau-pulau yang dilewati. Keindahan laut berpadu
dengan panorama pulau yang membuat betah orang menatapnya berlama-lama.

Pulau-Pulau di
Kepulauan Seribu
Perjalanan memakan waktu
sekitar 3 jam. Kami sampai ke Pulau Tidung sekitar jam 12.00 WIB (siang).

Penulis di Dermaga Pulau
Tidung
Di dermaga, terdapat ATM, tersedia
juga di Kantor Kelurahan yang jaraknya sekitar 300 meter dari Dermaga. Adapun Moda
Transportasi yang tersedia yaitu Bentor (modivikasi becak-motor) sejenis
ojek/becak (ongkos sesuai jarak tempuh. Tersedia juga sewa sepeda (sewa Rp
15.000 per hari). Pulau ini termasuk kecil sehingga dengan menggunakan sepeda
kita dapat mengelilinginya hanya dalam waktu tidak sampai satu hari. Walaupun
pulau ini kecil, namun terdapat Kantor Kelurahan, Kantor Camat, Puskesmas, dan
beberapa sekolah negeri sampai tingkat SLTA.

Kantor Lurah
Pulau Tidung
Di pulau ini tidak ada jalan
aspal, hanya paving block selebar
jalan gang yang hanya cukup dilewati kendaraan seukuran becak (bentor).
Bagi yang hendak camping, apabila sudah sampai ke Dermaga
Pulau Tidung, maka silahkan naik bentor atau sewa sepeda menuju ke Jembatan
Cinta yang menghubungkan antara Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil.
Air laut sangat bening.
Terlihat karang laut dan ikan-ikan berlari kian kemari. Banyak para wisatawan
snorkling menikmati pemandangan di dalam laut.

Air laut
sangat bening
Di era milenial dimana
objek-objek indah tak lepas dari pengambilan gambar (foto-foto) bagi para
pengunjung agar hati-hati dengan smartphone
agar tidak tercebur ke laut. Sayang sekali jika hp jatuh ke dasar laut,
kemudian terlihat jelas sebab air lautnya sangat bening. Mau diambil tidak bisa
berenang, tidak diambil sangat sayang, apalagi smartphone terlihat
berkilap-kilap di bawah bayangan air laut.

Jembatan yang
menghubungkan Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil
Saya sampai di P Tidung Kecil
hampir jam 18.30 WIB. Sebab sebelumnya survey dulu ke beberapa tempat untuk
mencari tempat camping yang kondusif.

Pulau Tidung Kecil
(Foto diambil Petang)
Setelah sampai, saya meminta
izin camping ke petugas jaga dengan membayar kontribusi Rp 15.000 per malam. Petugas
mengarahkan peserta camping di tempat yang bagus. Menghadap ke laut, pantai
yang landai, tidak jauh dari lokasi terdapat toilet, kamar mandi dan musola.
Petugas jaga pun standby setiap malam
sehingga kita dapat memanggilnya jika dibutuhkan.

Tenda saya
pasang
Atas izin Allah…
Atas
nikmat Allah...
Saya diberi kesempatan untuk
duduk munajat, menginap di tenda yang berjarak hanya sekitar 3 meter dari bibir
pantai. Sekarang jam 19.35 WIB. Di Pulau Tidung Kecil, saya tafakur di tenda ukuran
2 X 1,5 meter.

Tenda saya di
pinggir pantai jam 20.30
Jika malam air laut pasang, saya
bersiap menjinjing tenda agar sedikit bergeser ke arah darat. Sekitar jam 20.00
WIB air laut mulai pasang. Saya pun menggeser tenda lebih ke darat beberapa
meter.
Saya datang ke sini,
pertama-tama niat ibadah, yaitu mentafakuri ciptaan Allah Subhanahu wa Taala,
sebagaimana Firman-Nya:
“Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di
langit dan di bumi” (QS. Yunus:101).
Ibnu Abbas ra berkata:
“Berfikir
sesaat lebih baik daripada Qiyamullail” (Al-Adzamah, 1/297)
Allah Taala berfirman:
"Dan Dialah (Allah) yang menundukkan
lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan
(dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat
perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya dan agar
kamu bersyukur" (QS. An-Nahl, 16:14).
Allah Taala berfirman:
Allah yang menundukkan laut untukmu agar
kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat
mencari sebagian dari karunianya, dan agar kamu bersyukur" (QS.
Al-Jatsiyah, 45:12).
Kedua, bahan karya tulis yang
bertema wisata bahari, menggali potensi kelautan nusantara. Ketiga, refreshing dari kegiatan rutinitas.
Keempat, mencari inspirasi, muhasabah, interospeksi diri, dan melakukan
konsepsi tentang ide brilian apa yang yang perlu saya lakukan dalam kehidupan ini.
Maklum pertama kali ke Pulau
Tidung, ketika sampai sekitar jam 11.00 WIB (siang) saya masih keliling survey
ke berbagai tempat. Alhamdulillah jam
18.30 saya menemukan tempat camping
yang menurut saya cocok bagi yang mengerjakan karya tulis seperti saya, atau
bagi pembaca yang suka camping di
pasir putih yang bersih, landai, dan panorama laut biru yang luas, serta tidak
bising dari hiruk pikuk suara manusia.
Fabi-ayyi
alaa-i robbikuma tukadziban,
nikmat manakah dari Tuhanmu yang kamu dustakan?
Suara gemericik ombak sangat
indah, menyejukkan hati. Suasana pantai sejuk disertai desir angin yang begitu
sempurna.
Saya melaksanakan shalat
berhadapan langsung dengan bertasbihnya alam, sentuhan suara laut, mengajak
siapa pun agar lebih dekat dengan Sang Pencipta.
In
sya Allah,
melalui niat ibadah, yaitu mentafakuri karunia laut, akan diperoleh pahala
(yakni meningkatkan iman dan takwa), serta berbagai inspirasi yang dapat
dipetik dari hikmah tafakur ini.

Foto suasana
luar dari dalam tenda jam 20.35 WIB
Jarak sekitar
2 meter dari air laut
Jujur saya, kalau cuaca gerah
maka konsentrasi hilang, namun Alhamdulillah
suasana di sini sangat nyaman. Tidak panas, juga tidak dingin. Suara debur
ombak sangat dekat, seperti di samping telinga. Pandangan keluar, menembus
tirai tenda yang transparan menghadap ke laut. Bintang-bintang mulai
bermunculan, berpadu dengan buih putih lautan.
Sebagai bukti syukur, saya membuka
mushaf Al-Quran, melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran untuk menggenapi karunia
indahnya penciptaan lautan. Tak terasa satu juz selesai dibaca.
Saya lupa tidak membawa air
minum tawar, hanya membawa air manis. Saat haus, mendadak saya hanya ingin air
tawar, tidak mau yang manis. Padahal biasanya minum air manis. Nah di saat
inilah saya merasa bahwa minum air putih benar-benar merupakan suatu kebutuhan.
Saya tersadar betapa saya sangat membutuhkan air putih, tidak memerlukan minuman
manis yang selama ini menjadi minuman favorit. Kejadian ini merupakan muhasabah (interospeksi diri) betapa
minum air putih harus diutamakan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari,
sebab hal itu sangat dibutuhkan tubuh.
Hari sudah malam. Saya lihat
jam tangan menunjukan jam 21.00 WIB. Di Pulau Tidung Kecil tidak ada pedagang,
maklum di tengah hutan.
Akhirnya, saya putuskan untuk
berjalan kaki menuju Pulau Tidung Besar untuk sekedar membeli air minum. Saya berangkat
meninggalkan tenda. Menyusuri hutan di pulau kecil itu, meski berjalan di hutan
namun penerangan lampu cukup bagus. Jalanan pun bagus memakai paving, Lebar
jalan sekitar 1,5 meter.

Suasana jalan
malam hari di Pulau Tidung Kecil
Kemudian saya menyeberang
jembatan yang sangat panjang, yang menghubungkan Pulau Tidung Kecil dengan
Pulau Tidung Besar. Perjalanan ditempuh selama sekitar 30 menit.

Jembatan Penghubung P
Tidung Kecil dengan P Tidung Besar
Di sepanjang jembatan itu ada
beberapa orang yang snorkling, terlihat cahaya lampu senter semburat di laut
sekitar jembatan. Pemandangan di jembatan itu indah, meski jembatannya panjang
namun dihiasi oleh lampu di kiri kanannya sehingga wisatawan pun nyaman
menikmati jembatan di malam hari.

Dua orang sedang snorkeling,
terlihat dari lampu senter yang dipakai
Saat sampai di P Tidung Besar,
banyak kantin dijumpai. Saya langsung membeli air minum ukuran besar dua buah.
Awalnya mau sekalian beli roti, namun tidak tersedia, yang tersedia hanya
biskuit dan sejenisnya.
Setelah membeli bahan
kebutuhan, saya kembali ke tenda sekitar jam 22.00 WIB. Perjalanan pulang pergi
dari Pulau Tidung Kecil ke Pulau Tidung Besar sekitar satu jam dengan berjalan
kaki.
Momen ini adalah kunjungan
pertama saya ke Pulau Tidung. Saya langsung berkesan camping di Pulau Tidung Kecil, lokasinya sebelah timur-utara pulau
tersebut (sebagaimana arahan Petugas).
Jam 23.15 WIB, saya duduk
ditemani bisikan air laut. Dari kejauhan terdengar suara tasbihnya debur ombak.
Pasir putih terlihat meski malam telah larut. Seolah ingin menemani malam saya.
Ombak laut terus berbisik agar
saya tersadar tentang hakikat hidup ini, agar menjadi seorang hamba yang
berbakti kepada-Nya. Ya Allah bimbinglah
saya yang sering teledor dari titah dan amanah-Mu.
Yang saya cari selama ini
adalah ide-ide, hidayah dan aplikasi dari hidayah. Mendatangi wahana yang alami
akan lebih memudahkan memperoleh ide segar.
Jam 01.20 WIB terdengar
gemericik air hujan mengenai pepohonan, tetesannya mulai mengenai tenda. saya ganti
tirai transparan dengan tirai tenda agar air tidak masuk. Suara air hujan dari
langit berkolaborasi dengan suara air laut menambah kesannya malam itu. In sya
Allah dengan turunnya hujan, Allah turunkan hidayah, ilham, taufik, dan
barokah, Amin.
Teringat siang tadi, di saat
saya masih kesana kemari survey mencari tempat yang cocok untuk camping, sempat
hopeless bahwa saya tidak bisa
menulis di Pulau Tidung, mungkin hal itu dipengaruhi lelah dan belum adanya
gambaran dimana akan camping sehingga
berpengaruh kepada semangat menulis. Teringat ketika mengantuk saat survey tadi
siang, ketika menemukan tempat duduk panjang di Jembatan Cinta, saya langsung tertidur
pulas. Ketika bangun, Alhamdulillah
badan menjadi fresh, dan setelah saya menemukan tempat camping mendadak mood menulis
muncul kembali.
@@@@@@@@
Fajar menyingsing. Malam akan
berganti siang. Sebagai tanda syukur, hamba diperintahkan melaksanakan Shalat
Subuh dan bertasbih.
Saat dinihari, kehadiran siang
dirindukan. Memberi pesan bahwa siang itu adalah karunia sebagaimana
karunia-karunia yang lain dimana manusia sering tidak menyadarinya. Nelayan
beriringan menuju lautan untuk mencari nafkah sebagai mata pencaharian mereka.

Siang hari
memberikan harapan
Matahari mulai menerangi langit.
Demikian juga lautan. Matahari muncul membawa kehangatan dan harapan bahwa di
hari ini akan ada karya yang lebih baik lagi.
Pagi hari, hembusan angin
sangat menyegarkan.. Keringat yang bercucuran saat jalan pagi terbayar lunas
dengan angin pagi pantai yang menyegarkan. Beningnya air laut seolah menitip
pesan pada kita untuk menyampaikan indahnya laut Indonesia kepada anak negeri.
Jam 10.00 (Pagi) tenda
dirapihkan. Keluar dari P Tidung Kecil dengan berjalan kaki menempuh pantai
sebelah utara. Jalanan hutan rapih memakai faving
block. Burung-burung mudah ditemukan. Tiba-tiba muncul biawak kecil di
jalan kemudian ia langsung lari menjauh.

Jalan Utara di
Pulau Tidung Kecil
Sekitar 10 menit berjalan kaki
dari lokasi tenda ke ujung Pulau Tidung Kecil. Suasana alam yang tenang, burung
bersahutan, angin yang melambaikan daun-daun, dan suara debur ombak berpadu
mewujudkan harmoni.

Wisata Edukasi Bahari
Pulau Tidung
Sesampainya di ujung Pulau
Tidung Kecil, saya kembali menyebrangi jembatan menuju Pulau Tidung Besar.

Jembatan menuju Pulau
Tidung Besar
Di jembatan ini, terdapat
gazebo memberi kesempatan bagi pengunjung yang ingin bermain air, bersama teman
maupun keluarga. Lautnya tidak dalam sehingga aman bagi anak-anak kecil dengan
pengawasan orang tua.

Gazebo di Laut
Tampak serombongan mahasiswa
sedang mengadakan acara. Harapan kita bahwa kunjungan ke laut tidak hanya
sekali waktu saja atau hanya sekedar wisata/konsumtif melainkan minat
mengeksplor dan memberikan ide kreatif dan produktif agar eksistensi laut
Indonesia dikenal luas di kalangan anak bangsa, dan menjadi etalase Indonesia
dalam pandangan masyarakat dunia.
Pemerintah pun perlu untuk
aktif mempublikasikan kelautan kepada universitas di seluruh Indonesia. Lautan
perlu menjadi kajian utama dari kurikulum nasional, selama ini bangsa Indonesia
belum menyadari bahwa lautan merupakan identitas bangsa Indonesia.

Wisata Banana Boat
Di jarak yang lebih dekat
perahu wisata sedang melayani rombongan keluarga yang berbahagia. Pengunjung
disuguhi permainan air, Banana Boat. Menghibur membelah lautan hijau yang tak
bosan-bosannya membuat mata terpesona.

Jembatan Cinta
Jembatan Cinta berwarna pink
disesuaikan tema. Nama jembatan cinta itu bagus, seyogyanya cinta diluruskan
dan dimurnikan, yaitu cinta yang hakiki, Allah Maha pencipta cinta. Meluruskan
niat cinta untuk indahnya kepribadian kita dan indahnya akhlak moral bangsa,
serta memperoleh cinta dari pemilik cinta, Allah Taala.
Setelah jalan berkeliling
melihat semua sisi pantai pulau tidung, saatnya untuk makan. Kantin tak jauh
dari lokasi, pesan kelapa muda dan nasi goreng menu favorit saya.

Hidangan Siang Pantai
Pulau Tidung
Untuk moda transportasi dapai
memakai jasa sewa sepeda, biayanya Rp 15.000 per hari. Secara geografis, Pulau
Tidung memanjang. Tidak begitu lebar, jarak beberapa rumah dari pantai sebelah
selatan, akan bertemu dengan pantai sebelah utara. Dengan mengayuh sepeda dari
dermaga, bisa sampai ke jembatan cinta dalam waktu sekitar 5-10 menit. Dengan
bersepeda sudah bisa mengelilingi P Tidung dalam waktu yang tidak lama. Kondisi
jalan terbuat dari paving.

Jalan berpaving dan
Transportasi Bentor
Mode transportasi lainnya yaitu
bentor (modivikasi becak dengan motor). Ongkos disesuaikan. Ongkos di sini
sudah distandarkan berdasarkan keputusan dari Kelurahan. Pulau Tidung terdiri
dari 3 RW, masing-masing RW terdiri dari 8 RT, berada di bawah Kelurahan Pulau
Tidung. Populasinya sekitar 5.000 jiwa.

Pantai Pulau Tidung
Laut yang di hadapan biru muda,
berpadu hijau. Laut yang lebih jauh tampak biru. Dari kejauhan tampak samar-samar
terlihat kapal besar mengarungi lautan.
Melalui kunjungan pertama ini,
kesan saya bahwa wisata ke Pulau Tidung tidak sesulit yang dibayangkan.
Panorama yang disuguhkan tidak kalah menarik dibandingkan wisata laut di tempat
lain yang secara geografis lebih jauh dari Kota Jakarta.
Saya sudah mengelilingi Pulau
Tidung kurang dari setengah hari. Tempat camping yang kondusif di Pulau ini
sudah diketahui. Ke depannya ada kemungkinan kembali ke Pulau Tidung, atau
mengunjungi pulau lainnya. Yang pasti, moda transportasi sudah ada gambaran
sehingga kunjungan lainnya lebih terarah dan berkualitas. Telah ada upaya dari
pemerintah di dalam mendukung wisata bahari Pulau Tidung namun perlu
diperhatikan dari segi kebersihannya.
@@@@@@@@
Untuk mengurus kepulangan,
perlu dilakukan di pagi hari, sebab kapal tradisional berangkat ke Jakarta sekitar
jam 09.00 (satu kali berangkat dalam sehari). Adapun untuk speedboat (biasa
disebut predator) berangkat sore hari jam 15.00 WIB. Jam tersebut untuk hari
kerja, kalau weekend lebih banyak
lagi jam operasional bagi speedboat.

Speedboat Pulau Tidung
Saya pulang menuju Jakarta dengan
naik speedboat jam 15.00 WIB. Speedboat meluncur membelah lautan. Menawarkan
panorama laut yang tiada bertepi dan tidak tertandingi ciptaan Illahi Rabbi.
Perjalanan pulang kembali menelusuri
lautan sangat indah, menikmati hembusan angin, sesekali buih laut beterbangan
menerpa muka seperti mengusap penuh keramahan dan kasih-sayang dari-Nya.
Pemandangan sepanjang lautan menyuguhkan kemegahan dan keajaiban penciptaan.

Lautan Indah beserta
Kekayaannya
Lautan terus bergerak, berkarya
dan senantiasa memberi manfaat sesuai dengan perintah-Nya. Buih-buih laut
seperti embun. Kita dapat melihat tasbihnya laut yang begitu besar, kuat,
menunjukkan keagungan sang Maha Pencipta.
Saat memandang lautan,
tampaklah Indonesia sebagai negara maju. Negara yang berlimpah dengan sumber
daya alam. Jika Indonesia miskin, maka negara-negara lain akan terheran-heran.
Luas lautan memberi pesan bahwa
rezeki dari Allah amat luas, seluas lautan dengan kedalaman serta kandungannya
(laut). Jangan sampai manusia mengambil yang bukan haknya sebab alam yang
tersedia pun tak akan habis
Saat kapal melaju kencang, saya
merasa telah berada di tengah lautan. Namun tiba-tiba tidak jauh dari kapal ada
orang berdiri di laut dengan kedalaman sepinggang. Banyak penumpang kapal
terheran-heran. Ternyata, itulah laut di kepulauan seribu, ada laut dalam ada
juga yang dangkal.
Sejauh mata memandang yang
tampak adalah biru yang membentang. Siapa pun yang memandang akan merasakan
kesejukan, kedamaian dan membersihkan pikiran.

Pesan kehidupan di
tengah lautan
Sumber air di bumi yang tidak
akan pernah habis, manfaat dari permukaannya yang sangat luas, kandungan di
dalamnya yang mampu mencukupi berbagai kebutuhan hidup
Puisi
di Laut Kepulauan Seribu
Mengikuti
ayunan ombak
Laut
yang segar
Debur
ombak
Buih
putih seperti kapas
Hijau
tua bergelombang
Membentuk
permata hijau
Burung
camar yang menggoda
Bening
pesan kejernihan
Laksana
aquarium raksasa,
Hembusan
suara pengingat tasbih
Kedekatan
dengan alam
Sajian
Tuhan bagi para penghuni
Mengajak
cintai bumi
Pulau Tidung-Jakarta,
Senin-Selasa, 8-9 Juli 2019
(Artikel sudah dipublikasikan di Majalah Jalasena, TNI AL, Edisi No 1, Tahun X / 2020)
===SELESAI===

Penulis:
Dudi
Akasyah, M.Si.
Alamat
Vila Gading Indah, A2/8, Kelapa Gading, JKT 14240