REMAJA MASJID PEDULI UMAT
PEDULI ANAK JALANAN
Sejak Tahun 2006
Penulis:
Dudi Akasyah Ihsan
Pendiri
Islam Cemerlang
Bermula dari
Remaja Masjid
Pada tahun 2006, kami (teman-teman
remaja masjid yaitu dari Remaja Islam Attaqwa (RIAT) Kavling C Kelapa Gading
Barat dan IRMAIS (Ikatan Remaja Masjid Al-Ikhlash) Jl P Galang Kelapa Gading
Barat. Kami merencanakan untuk membuat kegiatan bagi anak-anak jalanan.
Sasaran: Anak
Jalanan di Perempatan Cocacola (Cempaka Putih)
Sasaran kami adalah anak-anak jalanan
di perempatan Cocacola (Cempaka Putih). Alasannya: [1] Kawasan tersebut yang
paling dekat dengan kami [2] Tempat tersebut sangat rawan kejahatan sehingga
perlu segera ditangani.
Program Kami:
Orientasi Ilmu
Kami mempunyai program bahwa untuk
membantu anak jalanan, tidak cukup hanya dengan santunan setelah itu mereka
ditinggalkan. Namun bagaimana bentuk bantuan itu harus dilakukan secara
kontinyu. Akhirnya kami memunculkan program mengajar Iqra untuk anak jalanan.
Menurut kami, jika kita memberi ilmu maka kita selamanya akan mampu untuk
membantu, sebab pemberian ilmu tidak akan berkurang, bahkan semakih ilmu itu
diberikan maka ilmu akan semakin bertambah.
Asal Mula Nama
Islam Cemerlang
Pada tahun 2006, di media pemberitaan
sedang gencar meng-konotasikan nama Islam dengan sebutan—yang menurut kami tak
patut—seperti sebutan “Islam teroris, Islam ekstrimis, Islam tradisional, Islam
Abangan, dsb” sebutan itu tak patut disematkan kepada Islam. Oleh sebab itulah
maka kami menamakan kegiatan kami dengan “Islam Cemerlang.” Kami ingin
menempatkan Islam sebagaimana mestinya, bahwa Islam itu Mulia, Islam itu Indah.
Islam itu Hebat, Islam itu Cahaya, Islam itu Brilian, Islam itu Cemerlang.”
Demikian tentang asal mula kegiatan kami bernama “Islam Cemerlang.”
Mengajar Anak
Jalanan di Kolong Jembatan
Dengan hanya berbekal Iqra, kami memulai
mengajar anak-anak jalanan tepatnya di kolong jembatan perempatan Cocacola
(Cempaka Putih). Pertama-tama kami bertanya tentang agama anak-anak itu,
takutnya non Muslim. Jika non-Muslim kami tidak akan mengajari mereka mengaji.
Kami bertanya kepada salah seorang anak jalanan: “Apa agama adik?” Anak kecil
itu tampak kebingungan. Ia menjawab: “Cina.” Kami bingung, kemudian kami
bertanya lagi: “Saat bulan puasa, adik puasa nggak?” Ia menjawab: “Saya puasa.”
Kalau begitu dia Muslim, maka kami bersiap mengajari mereka mengaji.
Awalnya kami kesulitan, sebab
“koordinator” para anak jalanan tersebut menegur kami, mereka berkilah bahwa di
sana tempatnya nyari duit. Kami pun menyiasati yaitu seorang anak yang mengaji
kami beri uang Rp 1.000. Sumber dananya dari zakat penghasilan kami, sebab
rata-rata kami sudah bekerja. Kami mengajar Iqra di Perempatan jalan yang
hiruk-pikuk dengan suara kendaraan, maklumlah di perempatan jalan yang padat
dengan kendaraan dari berbagai arah. Kadang mengajar di trotoar, kadang mengajar
dekat pos polisi. Pengajaran Iqra kami lakukan seminggu sekali, setiap hari sabtu,
setelah sholat subuh sampai jam 07.00. Kami melakukan di waktu tersebut
berdasarkan pertimbangan: [1] Kalau malam, pengamen anak lebih sibuk ngamen di
mobil-mobil [2] Disesuaikan dengan waktu bekerja kami.
Kami mengajar di kolong jembatan
sekitar empat bulan. Kemudian kami bertanya kepada anak jalanan. Pada saat itu
yang kami tanya adalah pengamen anak kecil, ia anak yatim, lima bersaudara.
Kami bertanya: “Dimana adik tinggal?” ia menjawab: “Di Pedongkelan.” Tak berapa
lama, Ibunya datang. Ibu tersebut bernama Ibu Nafsiyah. Kami ingin berkunjung
ke tempat dimana pengamen anak-anak itu tinggal, apalagi mereka anak yatim
dengan lima saudara. Ibu Nafsiah dengan senang hati mempersilahkan kami untuk
mengunjungi gubuknya di Pedongkelan.
Mengajar di
Pedongkelan
Kami berjalan menuju ke Pedongkelan.
Awalnya kami ketakutan untuk memasuki kawasan tersebut sebab image untuk kawasan itu terlalu sangar
buat kami. Namun, karena penunjuknya adalah Ibu Nafsiyah yang notabene tinggal
di sana maka kami pun memberanikan diri untuk memasuki kawasan itu.
Saat memasuki kawasan Pedongkelan,
yang pertama kami rasakaan adalah “polusi” bau sampah dan bau air kotor yang
membuat kami mual-mual, kami sering menahan nafas agar bau tak tercium.
Gubuk-gubuk berdempetan. Kami memasuk lorong sempit di antara gubuk-gubuk padat
penghuni. Tikus-tikus berukuran besar yang berlalu lalang seringkali membuat
kami geli. Akhirnya sampailah ke gubuk Ibu Nafsiyah. Ukuran tempat tinggalnya
kira-kira 2 x 3 meter. Lantainya tanah, sebagiannya dilapisi triplek bekas.
Kami memohon izin kepada tuan rumah (Ibu
Nafsiah) untuk mengajar Iqra anak-anak di rumah (gubuk) beliau. Beliau
menyambutnya dengan senang hati. Kami pun mulai mengajar. Setiap jumat malam
kami mengadakan pengajian di rumah Ibu Nafsiah. Awalnya jumlah murid 10 orang.
Kemudian 15 orang. Tempat sudah tidak muat, mulai luber ke luar gubuk. Kemudian
Ibu Nafsiah menawari kami untuk menambah ruangan yaitu di rumah (gubuk) sebelah
yaitu di tempat Pak Jaya dan tempat Pak Nur. Beliau berdua dengan senang hati
bersedia menjadikan tempat tinggalnya untuk tempat mengaji. Maka jadilah tempat
pengajian anak-anak di tiga tempat (Tempat Bu Nafsiah, Pak Jaya, dan Pak Nur).
Jumlah anak yang mengikuti pengajian
(Iqra) semakin banyak. Alhamdulillah, teman-teman
remaja masjid yang bersedia mengajar semakin bertambah sehingga kami memperoleh
tenaga bantuan. Jumlah anak yang belajar Iqra mencapai kurang lebih 200 orang.
Kami menyelenggarakan
Beberapa Program
Seiring dengan berjalannya kegiatan
belajar mengajar dan antusiasme warga. Kami mengadakan beberapa kegiatan
tambahan, yaitu Pengajian Remaja, Majlis Taklim Ibu, Taman Kanak-Kanak, dan
Bimbingan Belajar. Mengapa kami mengadakan TK (Taman Kanak-Kanak)? Sebab kami
prihatin bahwa di sana yang ada hanya TK Kristen, padahal mayoritas warga
Pedongkelan beragama Islam. Itulah yang menjadi alasan bagi kami untuk mendirikan
TK Islam Cemerlang di Pedongkelan.
Alhamdulillah, Allah SWT menganugerahi istiqamah kepada kami. Hanya
baru inilah yang dapat kami berikan kepada mereka. Meskipun begitu, kami rutin
dapat memberi kepada mereka. Yakni “ilmu,” itulah pemberian yang istiqamah.
Meskipun yang dapat kami berikan adalah pengetahuan kami tentang Iqra 1, Iqra
2; namun harapan kami kelak mereka dapat menemukan jalan untuk meraih ilmu yang
lebih tinggi dan ilmu yang bermanfaat. Selama kurang lebih 4 tahun kami
mengajar di gubuk-gubuk itu (sampai tahun 2009).
Kegiatan semakin padat. Kami
memandang bahwa perlu ada tempat yang lebih khusus untuk mendidik para murid.
Allah SWT mendengar permohonan kami, tak berapa lama ada yang menawari sepetak
tanah ukuran 6x8 meter. Kami pun mendirikan bangunan sederhana dari triplek
bekas dan atap asbes bekas. Alhamdulillah
dapat selesai tepat waktu. Bahkan selanjutnya ada warga yang menawari
sebidang tanah yang ada di halaman Islam Cemerlang. Setelah melalui tahap
negosiasi maka kami mempunyai halaman ukuran 6,5 x 14 meter.
Dengan berdirinya sekretariat kami
maka kegiatan lebih fokus dan semakin bervariasi. Para relawan muda yang
bergabung dengan kami semakin bertambah. Mereka berasal dari latar belakang pendidikan
yang berbeda-beda. Hal ini sangat baik untuk pendidikan yang lebih bervariasi. Ibu-ibu
Pedongkelan mendapat pelajaran tambahan dan berbagai pelatihan keterampilan dan
wirausaha. Seperti latihan membuat pernak-pernik, latihan memasak, penyuluhan
keluarga sehat, dan berbagai penyuluhan lainnya.
Mewujudkan Shalat
Berjamaah dan Shalat Jumat
Kami mempunyai impian, bahwa Islam
Cemerlang ingin menyelenggarakan sholat jumat bagi warga Pedongkelan. Jarak
antara kawasan Pedongkelan dengan Masjid sangat jauh. Mereka harus berjalan
kaki ke Masjid Busway, atau ke masjid di Kodamar, atau ke masjid ITC. Mungkin
bagi mereka yang kuat iman maka mereka akan mengerjakan shalat jumat, namun
bagi mereka yang lemah iman maka besar kemungkinan mereka tidak shalat.
Alhamdulillah,
doa kami dikabulkan Allah. Sekarang
(27 Januari 2012) atas izin Allah, kami telah mendirikan bangunan masjid
sederhana di halaman sekretariat. Masjid tersebut berukuran 6,5 x 14 meter,
terbuat dari tembok setengah, dan setengahnya dari triplek, serta atap dari
asbes. Kini, Islam Cemerlang memiliki dua bangunan, bangunan pertama untuk
ruang pendidikan, bangunan kedua untuk masjid (sekaligus berfungsi sebagai
ruang serbaguna).
Penutup
Remaja Masjid Peduli Umat yang
digulirkan tahun 2006, pertama kali didukung oleh Remaja Islam Attaqwa dan
Remaja Masjid Al-Ikhlash, dimana program kerjanya mengajar anak-anak jalanan di
Pedongkelan, Alhamdulillah terus
mengalami perkembangan. Kegiatan membantu para dhuafa telah menjadi inspirasi
yang penting bagi kami bahwa hidup ini sangat bermakna jika diisi dengan
membantu orang-orang yang membutuhkan. Ada peribahasa: “Mempertahankan lebih sulit daripada meraih” merupakan cambuk bagi
kami untuk istiqamah di dalam perjuangan menggapai ridha Allah SWT.
Penulis:
Dudi Akasyah Ihsan
Pendiri
Islam Cemerlang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar